RESENSI NOVEL FENOMENAL DAN WAJIB DIBACA
Judul
|
: Aku Lupa
Bahwa Aku Perempuan
|
Pengarang
|
: Ihsan
Abdul Quddus
|
Penerbit
|
: Alifia
Books
|
Tahun
|
: 2006
|
Genre
|
: Novel
Dewasa
|
Tebal
|
: 248
Halaman
|
ISBN
|
:
979-99803-2-1
|
Kisah
tentang perempuan yang telah menggapai ambisinya, menjadi seorang politisi
sukses. Kiprah dalam parlemen dan pelbagai organisasi pergerakan perempuan
menempatkan dirinya dalam lingkar elit kekuasaan. Latar belakang politik yang
masih konservatif saat itu menjadikannya sebuah fenomena baru dalam isu
kesadaran jender. Akan Tetapi, kehampaan menyelimuti kehidupan pribadinya dan
hampir membuat jiwanya tercerabut. Kegagalan demi kegagalan mendera, bahkan
anak tunggal yang dianggap sebagai harta paling berharga yang dimilikinya,
lebih akrab dengan sang ibu tiri.
Perempuan itu bernama Suad yang berprestasi cemerlang dan ambisius. Ia menyadari benar kemampuannya
sehingga tidak menghendaki pernikahan dan rumahtangga membelenggu langkahnya.
Suad merasa tak mampu seiring sejalan dengan suaminya, Abdul Hamid, yang
terkesan “malas” dan cepat berpuas diri. Maka pernikahan yang telah membuahkan
satu putri itu pun diakhirinya.
Ternyata
status janda yang melekat beserta aneka predikat miringnya membuat Suad tidak
nyaman bersepakterjang baik dalam dunia politik maupun sebagai dosen. Ia memungkiri
dorongan emosional dan hasrat batin akan pentingnya seorang pendamping, semata
karena memikirkan bahwa hidupnya sudah nyaman. Putri semata wayangnya, Faizah,
lebih diposisikan sebagai adik karena dipercayakan kepada sang Ibu. Suad tak
punya waktu luang untuk memperhatikan buah hatinya sebagaimana mestinya.
Hingga
suatu hari, ia memutuskan lari dari kehidupan pribadinya. Bahkan berusaha lari
dari sisi perempuannya. Lari ke dalam ambisi dan karir. Dalam usia lima puluh
lima tahun ia membunuh kebahagiaannya sebagai perempuan. Ia melakukan apa saja
untuk melupakan bahwa ia adalah perempuan.
Suad
digambarkan sangat egois. Setelah melimpahkan Faizah pada ibunya, ia
tenang-tenang berkarir namun terusik juga kala Abdul Hamid menikah lagi dan
istri barunya tampak lebih berterima secara emosi bagi Faizah. Lucu memang,
Suad yang terkesan mandiri dan ironis sempat kecewa saat mengetahui bayinya
perempuan.
Novel
terjemahan Arab (yang entah mengapa tidak mencantumkan judul aslinya) cukup
apik dibandingkan bacaan dari alihbahasa yang sama. Penerjemahannya cair dan
sangat membantu khususnya bagi pembaca yang tidak terbiasa dengan fiksi sarat
narasi. Terkadang begitu menghanyutkan sehingga saya lupa bahwa setting novel
ini adalah Mesir, yang masa itu tengah bergolak. Terdapat adegan-adegan
mesra di sejumlah bagian namun disajikan sangat halus.
Cerita Suad
dan keresahan-keresahannya menghenyakkan pada aneka pemikiran. Pentingnya waktu
dalam berumahtangga, komunikasi, perhatian, dan kerelaan mengesampingkan ambisi
adalah beberapa di antaranya. Suad yang sesekali sok tegar toh menyadari bahwa
dirinya sempat bertekuk lutut di hadapan seorang lelaki. Pertengahan kisah
sempat menjemukan, namun ketika Suad menikah lagi dengan Doktor Kamal Ramzi
cerita mulai menggeletar. Pernikahan yang semula dijadikan tameng oleh Suad
untuk kepentingan karirnya ternyata menghantarkan kejutan.
Novel luar biasa, yang mengisahkan tentang pergumulan karir, ambisi dan cinta dalam bahasa sederhana dan mengesankan. Kaya muatan filsafat dan menarik untuk diikuti. Tuntutan kesetaraan jender yang dikemas dalam pertentangan batin seorang perempuan, menjadikan novel ini bukan sekedar bacaan yang memberikan inspirasi tetapi juga contoh bagi perjuangan perempuan melawan dominasi di sekelilingnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar